Opini Athiqoh Zakiyah: Maraknya Kekerasan Dunia Maya di Era Digital
Media sosial, tempat para pelaku kekerasan melancarkan aksinya dan melahirkan KBGO (Pixabay/Pixelkult) |
DIREKTORIJATENG.ID - Di balik perkembangan dunia digital yang semakin maju, tersimpan sebuah realitas pahit yang melahirkan jenis-jenis baru kekerasan berbasis gender. Hal ini merujuk pada kekerasan yang dilakukan oleh pelaku kepada korban.
Teknologi kemudian memfasilitasi pelaku kekerasan seksual untuk melancarkan aksinya tidak hanya di dunia nyata saja, tapi juga di platform online seperti media sosial.
Dunia maya memungkinkan pelaku untuk bersembunyi di balik anonimitas yang membuat mereka merasa aman untuk melakukan tindak kekerasan tanpa takut akan konsekuensinya.
Kehadirannya yang maya bukan berarti memberikan dampak yang maya pula. Melainkan bisa terasa sangat nyata hingga membuat korban merasa tak berdaya, terintimidasi, ataupun depresi.
Menurut lembar fakta Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang dikeluarkan pada 7 Maret 2024, tercatat bahwa selama tahun 2023 Komnas Perempuan menerima total 4.374 pengaduan di mana sebagian besar, yaitu 3.303 pengaduan merupakan kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG).
Lebih lanjut, Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) menjadi jenis KBG yang paling sering terjadi di tahun 2023 dengan 838 kasus. Data tersebut merupakan data yang didapat oleh Komnas Perempuan dari pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat.
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang memilih bungkam tanpa melakukan pengaduan kepada pihak berwajib ketika mendapat kekerasan berbasis gender.
Kebungkaman masyarakat atas tindak KBGO yang dialaminya dilatarbelakangi oleh beberapa aspek, diantaranya adalah minimnya pemahaman mengenai privasi, persetujuan, dan kekerasan berbasis gender.
Bahkan, di beberapa kasus korban KBGO kurang mendapat keberpihakan dari aparat hukum. Misalnya, dalam konteks penyebaran konten intim non-konsesual relasi antara korban dan pelaku sering dianggap suka sama suka hanya karena mereka saling mengenal saja.
Bentuk KBG berbasis online dan KBG di dunia nyata juga berbeda. Ada beberapa perilaku yang dapat dikatakan sebagai kekerasan berbasis gender online (KBGO), antara lain seperti:
- cyber stalking (menguntit seseorang secara daring);
- doxing (menggali dan menyebarkan informasi pribadi seseorang tanpa izin);
- impersonating (meniru identitas orang lain);
- morphing (mengubah gambar atau video orang lain untuk merusak reputasi);
- cyber grooming (memanipulasi orang lain agar merasa tidak berdaya);
- cyber hacking (mengambil alih akun orang lain);
- cyber harassment (mengajar orang lain secara terus-menerus dengan tujuan mengancam);
- dan lain-lain yang bersifat melanggar privasi, merusak reputasi atau kredibilitas seseorang, pelecehan, ancaman, serta pengawasan dan pemantauan.
Banyaknya kasus KBG, terkhusus di media digital menandakan bahwa masih banyak orang yang menyalahgunakan perkembangan teknologi untuk merugikan orang lain. Mereka memanfaatkan anonimitas dunia maya untuk bebas melakukan kekerasan tanpa takut konsekuensi yang akan mereka dapatkan.
Di samping pelaku, masyarakat juga harus selalu merasa waspada dengan apa yang disimpan dan disebar di media digital karena bisa saja data tersebut disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kekerasan.
Jangan mudah percaya dan terperdaya dengan suatu hal yang belum jelas kebenarannya. Sedikit saja seseorang memberikan celah pada orang lain untuk melakukan tindak KBGO, maka dengan cepat pelaku akan memasuki celah tersebut.(*)
Mahasiswi KPI angkatan 2022
Belum ada Komentar untuk "Opini Athiqoh Zakiyah: Maraknya Kekerasan Dunia Maya di Era Digital"
Posting Komentar