Entri yang Diunggulkan

Essay Diah Ayu Fadilah: Kehidupan Petani dan Segenggam Rasa Syukurnya

Berniat Mencari Pasangan Melalui Aplikasi Kencan Berujung KBGO

Waspada KBGO saat menggunakan aplikasi kencan (Unsplash.com/Alexander Sinn).

DIREKTORIJATENG.ID - Seiring perkembangan teknologi informasi, serta meningkatnya pengguna internet maupun media sosial, memberikan dampak positif bagi banyak orang dalam segi berkomunikasi maupun hiburan. Selain itu, dampak dari berbagai serba digital ini juga mengandung nilai negatif, yang mana semakin maraknya kekerasan, pelecehan, atau pelanggaran yang tidak hanya merugikan laki-laki, tetapi perempuan yang memang rentan terhadap pelecehan seksual dan eksploitasi.

Tidak ada batasan umur saat seseorang mengalami Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO), mulai dari anak-anak hingga orang tua, berpakaian terbuka maupun tertutup, tidak terlepas dari pelaku KGBO yang memang sadar saat melakukan hal tersebut.

Dikutip dari Paduan Memahami dan Menyikapi Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) oleh Kusuma dan Nenden Sekar Arum bersama SAFEnet, pada tahun 2017 setidaknya ada delapan bentuk kekerasan gender berbasis online yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan, yaitu pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), pelecehan online (cyber harassment), peretasan (hacking), konten illegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto atau video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), dan rekrutmen online (online recruitment).

Dilansir dari website @awaskbgo.id, berdasarkan catatan LBH APIK Jakarta dalam kurun empat tahun terakhir dari 2018-2021, setidaknya telah menangani 783 kekerasan gender berbasis online. Kemudian dari SAFEnet sendiri pada tahun 2019-2021, mendokumentasikan 1.357 aduan kekerasan gender berbasis online.

Dalam catatan Komnas Perempuan tidak begitu berbeda jauh terdapat 2.675 kasus kekerasan gender berbasis online dari tahun 2017-2020 yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Sementara Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI melaporkan ada sebanyak 679 kasus kekerasan gender berbasis online terhadap anak-anak dengan mayoritas anak perempuan sepanjang tahun 2018-2020.

Hal ini membuktikan kekerasan gender berbasis online tidak hanya dirasakan oleh laki-laki tetapi perempuan terutama anak-anak di kehidupan nyata maupun di media sosial lebih rentan, membekas, dan mengganggu dari segi mental, psikologis, fisik maupun kesehatan.

Dalam menggunakan aplikasi kencan, tidak dapat menghindar dari yang namanya kekerasan gender berbasis online, karena dalam bermedia sosial semua orang bisa mendapatkan informasi, foto, video yang bisa digunakan untuk sesuatu yang kurang baik. Bahkan aplikasi kencan  saja bisa menjadi media untuk oknum-oknum melakukan berbagai pelecehan sosial, tindak kekerasan, pencemaran nama baik dan lain-lain.

Aplikasi kencan  bisa memperdaya seseorang untuk tetap memakai aplikasi tersebut karena memiliki fitur-fitur yang memang cocok digunakan untuk mencari pacar maupun teman. Aplikasi tersebut juga bisa disebarluaskan melalui media sosial yang bisa menarik seseorang untuk menggunakannya tanpa tau dampak negatif yang akan diterima, karena kelalaiannya tanpa mencari tahu kelebihan dan kekurangan dari aplikasi tersebut. Terutama bagi anak-anak yang mulai remaja yang memiliki keingintahuan tinggi terhadap hal baru yang belum pernah mereka lakukan salah satunya aplikasi kencan.

Penulis mewawancari salah satu korban yang pernah memakai aplikasi kencan pada saat media sosial belum seramai ini. Namun sudah bermunculan dampak negatif dari aplikasi yang Ia gunakan. Pada tahun 2019, seorang remaja berinisial R, dulunya pernah mencoba aplikasi yang memang ia gunakan untuk mencari teman maupun pacar.

Awalnya R hanya ingin mencoba mencari teman online untuk berbagi cerita keseharian. Karena R melihat video orang-orang yang nyaman dan bersahabat dengan teman yang ditemuinya di aplikasi online mencari pacar dan teman. Keingintahuan R terhadap aplikasi yang dilihatnya di media sosial, membuat R ingin memiliki teman yang beda wilayah dan bisa diajak bersenang-senang dengan hobi masing-masing.

Setelah R mengunduh aplikasi tersebut dan mengisi data diri, bertemulah R dengan banyak pengguna aplikasi tersebut. R merasakan kesenangan dalam berbalas pesan maupun telepon bersama orang-orang yang Ia temui, laki-laki maupun perempuan dan tak mengenal usia. Hal ini membuat R kecanduan saat berkomunikasi dengan orang terbaru maupun orang lama yang pernah berbalas pesan dengannya.

Tak lama menggunakan aplikasi tersebut, sadar maupun tidak sadar R mengalami pelecehan seksual dengan beberapa laki-laki dalam bentuk foto, chat maupun pesan suara yang berkaitan dengan kata-kata kotor, hal-hal yang bersifat pribadi R, mempertanyakan keperawanan R, maupun mengirim foto alat kelamin laki-laki yang memang tidak pantas dibaca, dilihat, dan didengar oleh remaja kisaran umur 16-18 tahun. Kejadian tersebut membawa R akan penyesalan dalam menggunakan aplikasi tersebut, lalu R menghapus aplikasi tersebut, dan tidak lagi mengikuti saat melihat video yang pernah ditontonnya terkait aplikasi kencan  dan yang lainnya.

Bergantinya hari, bulan, dan tahun tak membuat R melupakan kejadian tersebut. Karena diingatkannya masih terbayang akan foto tidak senonoh yang tanpa sengaja dilihatnya. Hal tersebut, terkadang membuat R memiliki pikiran negatif saat melihat seorang laki-laki bertelanjang dada di kehidupan nyata maupun saat tidak sengaja melihat video tersebut di media sosial.

R tidak pernah menceritakan pengalaman negatif itu kepada orang di sekitarnya, karena takut diejek, dijauhi temannya, maupun dimarahi oleh orang tuanya. Semakin R bertambah umur, pikiran negatif itu sebagian telah menghilang, namun perilaku R saat melihat laki-laki dengan pikiran negatif masih dirasakan. Padahal R sudah melakukan berbagai cara agar terhindar dari pikiran negatif tersebut, tetapi hal itu masih saja mampir di pikirannya R.

Pada awal tahun 2023, saat R mengikuti temannya melakukan program magang di salah satu kabupaten, Jawa Tengah, R menemani dan menginap di kost temannya. Malam kedua, R sedang sibuk dengan bacaannya, tetapi dua temannya sangat berisik saat memainkan handphonenya masing-masing. Awalnya R tidak tau apa yang dibicarakan oleh kedua temannya tapi karena rasa penasaran yang tinggi, Ia bertanya tentang apa yang membuat mereka asik.

Kemudian temannya bercerita terkait aplikasi kencan yang baru-baru ini populer di kalangan anak remaja hingga orang tua yang aplikasinya bisa untuk berkomunikasi dengan berbagai orang di Indonesia. Karena R sudah melupakan sebagian kecil terkait aplikasi kencan yang pernah ia gunakan, ia tergiur akan rayuan kedua temannya untuk mencoba aplikasi tersebut, R mengunduh aplikasi tersebut.

Kejadian yang pernah dialami R kembali terulang kembali. Bukannya mendapatkan teman untuk mengobrol maupun bertukar cerita, R mendapatkan beberapa teman laki-laki yang berkata kotor maupun membicarakan privasi E dan memaksa untuk video call untuk melihat alat kelamin R dengan rayuan-rayuan manis.

Hal tersebut lagi-lagi membuat R tanpa pikir panjang menghapus aplikasi tersebut, karena merasakan kurang nyaman dan tidak aman untuk dirinya sendiri. Untuk ke depannya R mencoba untuk tidak lagi penasaran dan tergoda akan aplikasi dating yang memang diperuntukkan untuk orang-orang yang butuh hiburan. Dan R ingin kejadian tersebut sebagai pembelajaran bahwasanya ketergantungan akan media sosial terutama aplikasi dating tidak hanya memberikan dampak positif saja tetapi dampak negatif yang akan beriringan dengan pikiran yang negatif pula. (*)

Penulis: Diah Nur 'Aini Fitria, Mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Walisongo Semarang

Editor: Farida R.


Belum ada Komentar untuk "Berniat Mencari Pasangan Melalui Aplikasi Kencan Berujung KBGO"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel