Entri yang Diunggulkan

Curug Bengkawah, Air Terjun Kembar di Kabupaten Pemalang

Kasus KBGO Bukan Mau Sama Mau, Penyintas Perlu Dilindungi

 

Miris, semakin hari makin marak kasus KBGO di Sosial Media (Unsplash.com/Flure Bunny).

DIREKTORIJATENG.ID - Saat buka aplikasi X untuk lihat kejadian apa yang lagi viral kemudian menemukan serta membaca unggahan yang dibuat akun @mo#herofdem***. Dalam unggahan tersebut menampilkan screenshot chat dari perempuan yang ternyata menjadi korban penyebaran revenge p#rn atau video saat melakukan hubungan seksual tanpa adanya persetujuan. “Ternyata yang habis ng3w* meninggal itu video lama dan ngerekam juga ga consent sama cewenya. Gatau motivasinya apa lagi sekarat sempet sempetnya up s3xt4pe”, cuitan media sosial X dari akun @mo#herofdem***. Dalam tangkapan layar tersebut, perempuan yang menjadi korban mengucapkan rasa terima kasih kepada akun @mo#herofdem*** karena membelanya dan tidak menahu jika tubuhnya ada dalam video tersebut. Padahal saat kejadian, pelaku sempat menanyakan untuk meminta video namun korban dengan tegas dan dalam keadaan sadar menolak jika ia tidak mau. Bahkan kejadian tersebut telah berlalu sejak Februari. Ternyata pelaku melakukan aksi penyebaran video tersebut dalam keadaan sakit jantung, sebab pelaku membuat cuitan bahwa dia mengeluh sakit jantung, dan meng-upload video itu setelah 7 menit kemudian pelaku meninggal dunia. Hal itu disampaikan oleh satu satu akun @g**ung_aer dalam kolom komentar postingan tersebut. Ia mengatakan, “Awalnya mau kasian sama cowonya tapi setelah liat ini…, mana liat akunnya udah ngeluh sakit jantung, bukannya tobat malah upload video tanpa consent.” Akun pelaku telah hilang, sehingga penulis mengutip dari salah satu akun yang sebelumnya sudah melihat cuitan dari si pelaku. Netizen pun beramai-ramai mengomentari unggahan tersebut dengan marah, kesal, bahkan masih banyak yang berkomentar dan menganggap jika itu salah keduanya seperti salah satu komentar dari ha**aroo dengan akun @fl**ers20_sun, “Gaperlu dikasihani, soalnya emang salah dia pake acara ng#w* segala. Lakinya padahal udah bilang mau di videoin atau engga dia bilang engga udahannya malah lanjut bukannya sadar,” cuitnya. Beruntungnya masih banyak dari netizen X yang membantu mereport akun pelaku beserta videonya, sehingga akun tersebut hilang otomatis. Namun tetap saja ada oknum yang menyebarkan dan mengunggah kembali video tersebut. Dalam istilahnya kasus ini sering disebut dengan KBGO atau Kekerasan Berbasis Digital Online dan termasuk dalam kasus pelecehan seksual. Revenge p#rn menjadi salah satu contoh kasus KBGO dari sekian banyak kasus yang sekarang marak terjadi di dunia digital. Dikutip dari goodstats.id, jumlah kasus KBGO tahun 2022 dalam laporan LBH APIK mencapai 440 kasus dan sebagian besar korbannya adalah perempuan, mulai dari remaja perempuan hingga anak perempuan. Jika melihat dari kasus di atas, mereka memang dalam keadaan sadar melakukan hubungan seksual, namun yang perlu digaris bawahi bahwa pelaku melakukan aksi merekam diam-diam tanpa persetujuan korban hingga melakukan revenge p#rn. Masyarakat masih tetap dan terus menyudutkan korban tanpa tahu bahwa hal itu termasuk dalam kasus pelecahan seksual. Sehingga menimbulkan pertanyaan apakah masyarakat masih belum mengerti bahwa kasus revenge p#rn sangatlah mengancam korban? Apa itu Revenge P#rn? Revenge p#rn merupakan aksi balas dendam dengan cara menyebarkan atau mendistribusikan konten seksual yang seharusnya bersifat privasi ke internet tanpa adanya persetujuan. Dalam jurnal penelitian Okamaisya yang berjudul “Perempuan dan Revenger p#rn Konstruksi Sosial Terhadap Perempuan Indonesia dari Perspektif Viktimologi” tahun 2021, menyebutkan jika revenge p#rn atau sextortion melibatkan pendistribusian gambar atau video ekplisit tanpa persetujuan individu yang bersangkutan.

Selain itu dalam revenge p#rn terdapat istilah lain yakni s3kstorsi dan Non-Consensual p#rn0graphy yang merupakan sama-sama kegiatan menyebarkan tanpa persetujuan individu namun terdapat unsur pemerasan dari pelaku, baik berupa materi ataupun seksual kepada korban. Kasus ini termasuk dalam Kekerasan Gender Berbasis Online yang ternyata banyak menyebutkan dari berbagai data, bahwa yang menjadi korban dan sasaran utamanya adalah perempuan daripada laki-laki. Sebab banyak masyarakat yang masih mengikuti budaya patriarki yang menganggap bahwa perempuan hanyalah objek seksualitas dan hanya sebagai pajangan saja. Padahal terdapat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang p#rn0grafi menyatakan, melarang seseorang untuk memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjual belikan, atau menyediakan p#rn0grafi.

Maka masyarakat tidaklah seharusnya menyalahkan korban dan menganggap sepele kasus revenge p#rn ini. Sebab korban, dan pastinya perempuan yang nantinya mendapat label buruk hingga mereka sampai rela mencari data kehidupan korban tanpa adanya perlindungan bagi korban. Mengutip dari laman asumsi.co, menurut Rebekah revenge p#rn bukan hanya sekedar soal menyebarkan video, namun tubuh perempuan dalam hal ini direnggut dan dipaksa untuk hidup sebagai properti komunal. Masyarakat tidak mengerti bahwa banyak kasus KBGO yang memberikan efek negatif bagi korban, seperti terganggu kesehatan mentalnya bahkan hingga melakukan percobaan bunuh diri. Dibuktikan dengan kasus di atas, di mana korban cenderung disudutkan oleh netizen sebab mereka melakukan hubungan seksual dengan dalih mau sama mau. Padahal korban sama sekali tidak menahu jika kejadian tersebut direkam bahkan hingga disebarluaskan di media sosial. Walaupun video tersebut telah dihapus, namun tetap saja terdapat oknum yang mengunggah kembali video tersebut dan hal itu sangatlah mengancam kehidupan korban. Apakah Revenge P#rn Bisa Dihentikan? Beberapa korban pasti khawatir terhadap kasus revenge p#rn yang terjadi pada mereka, Namun sebenarnyaterdapat cara untuk menghentikan penyebaran konten seksual. Berdasarkan konten reels dari akun Instagram @perempuantimor terdapat 3 cara yang dapat dilakukan untuk menghentikan atau men-take down konten intim non-consensual yang telah tersebar luas di internet. Pertama layanan Take It Down, yang merupakan salah satu layanan gratis yang didirikan oleh organisasi The National Center for Missing and Exploited Children (NCME) terbesar di Amerika Serikat untuk melindungi dan memberikan hak masa kecil bagi anak-anak.

Mereka memberikan pelayanan gratis bagi korban KBGO, khususnya anak-anak yang berada di bawah 18 tahun. Mereka cukup mendaftar dan berpartisipasi dalam layanan ini, kemudian akan diberikan sidik jari digital yang nantinya dapat mendeteksi dan menghapus konten s3ksual yang telah tersebar luas di internet. Kedua layanan Stop NCII atau Stop Non-Consensual Intimate Image Abuse, memberikan pelayanan gratis bagi korban dengan memberikan permohonan dan penghapusan konten seksual di media online. Sama halnya dengan layanan Take It Down, layanan ini akan memberikan sidik jari dan akan menerima nomor kasus. Setelah itu mereka akan mencari kecocokan dengan sidik jari kalian dan menghapus konten seksual. Kalian dapat memeriksa perkembangan kasus melalui layanan Stop NCII. Ketiga melalui Pusat Bantuan Google, kalian hanya perlu meminta Google dan melaporkan konten seksual yang telah tersebar di internet. Kemudian Google akan secara otomatis menghapus konten tersebut jika memang terjadi pelanggaran. Masyarakat seharusnya lebih sadar dan memberikan perlindungan bagi korban bukan malah berdalih jika mereka berhubungan suka karena suka. Dalam hal ini posisi korban tetaplah sebagai orang yang dirugikan secara langsung. Tekanan yang dialami korban revenge p#rn bukan hanya dari tekanan masyarakat saja, tekanan mental pastinya juga dirasakan. Melawan KBGO dapat dilakukan dengan melindungi korban bukan menyudutkan korban. (*) Penulis: Fikriya Labiba, Mahasiswi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Walisongo Semarang Editor: Farida R.


Belum ada Komentar untuk "Kasus KBGO Bukan Mau Sama Mau, Penyintas Perlu Dilindungi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel