Entri yang Diunggulkan

Essay Diah Ayu Fadilah: Kehidupan Petani dan Segenggam Rasa Syukurnya

Surat untuk Si Buta, Tuli, dan Bisu

 Surat untuk Si Buta, Tuli, dan Bisu

                                                           Ilustrasi (dok. pinterest, Gedankenwelt)


Sudah tuli nyatanya,

Seorang pendengar hebat kini telah menuli,

Matanya rabun disinari kemewahan duniawi,

Hatinya tertutup berkat jamuan sebuah kursi.


Baca Juga: Tak Pernah Menyerah Meskipun Gagal: Kisah Perjalanan Kegagalan Kusuma

Oh malangnya tanah lahirku,

Tak dihiraukan si rapi berdasi itu,

Tak didengar oleh nyai-nyai berkonde itu,

Meresap hanya tinggal meresap,

Si manis lidah kini telah bisu.


Apa kabar dengan tuan dan puan?

Rupanya penglihatanmu kini telah lama buram,

Pendengaranmu juga sudah berkurang.

Maka, izinkan aku memakaikan kacamata kelam,

Kacamata dari perih, luka, sakit, dan nista tak bertuan.


Baca Juga: PPIK: Peraturan Dewan Pers Harus Jadi Panduan Jurnalis dan Media Jelang Pemilu 2024 Kelam Gelombang Terakhir Kartu Prakerja di 2023: Cara Daftar dan Syaratnya


Aku kabarkan sedikit tentang kami,

Yang dilanda kesusahan tiada henti,

Yang banting tulang demi hanya sesuap nasi,

Naasnya, yang dicari tidak selalu kami dapati.


Kau dengar itukah wahai sirapi, berkonde?

Sudah tuli nyatanya,

Semakin sehat semakin menuli,

Semakin sehat semakin membuta.


Belum ada Komentar untuk " Surat untuk Si Buta, Tuli, dan Bisu"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel