Entri yang Diunggulkan

Essay Diah Ayu Fadilah: Kehidupan Petani dan Segenggam Rasa Syukurnya

Sejarah Grebeg Maulid di Tanah Jawa

Implementasi Sultan Agung dalam mengakulturasikan kebudayaan Indonesia asli dengan Hindu dan Islam melalui tradisi Grebeg Maulid di Tanah Jawa yang muncul sejak sistem penanggalan Jawa Islam.

Grebeg Maulid di Keraton Surakarta dengan diawali Miyos Gongso atau memindahkan gamelan dari Keraton ke Masjid Agung. (doc. pixebay)

DIREKTORIJATENG.ID - Berbicara Maulid Nabi, setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas untuk menyambut kelahiran Nabi dengan caranya masing-masing.

Khususnya tradisi-tradisi islami yang ada di tanah Jawa itu berkaitan dengan adanya sejarah keagamaan di tanah Jawa, baik sejarah Maulid Nabi dalam pandangan sistem penanggalan Jawa Islam dan kisah-kisah kerajaan Islam di tanah Jawa maupun tradisi Islam lainnya.

Sejarah tradisi Grebeg Maulid Nabi di tanah Jawa, muncul sejak berkembangnya sistem kalender Jawa Islam yang dikemukakan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma atau Sri Sultan Muhammad, seorang raja Mataram Islam.

Pada Tahun 1555 Saka yang diubah menjadi 1555 Jawa. Pada saat itu jatuh pada tahun 1633 M atau 1043 H. 

Sistem penanggalan Jawa Islam adalah sistem kalender yang mengakulturasikan dua sistem antara sistem penanggalan Hindu Budha (Saka) dan sistem penanggalan Islam (Hijriyah).

Dari terbentuknya sistem Jawa Islam muncullah tradisi-tradisi yang juga mengakulturasikan dua budaya, yaitu budaya Jawa masa Hindu Budha dan budaya Islam. 


Sultan Agung berusaha mengakulturasikan kebudayaan Indonesia asli dengan Hindu dan Islam. Hal tersebut adalah cara dakwah Sultan Agung sebagai upaya menyebarkan agama Islam.

Akulturasi tersebut antara lain Grebeg yang disesuaikan pada hari Maulid Nabi Muhammad SAW, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha.

Sejak saat itu dikenal dengan Grebeg Maulid, Grebeg Puasa dan Grebeg Besar. 

Grebeg Maulid yang digagas oleh Sultan Agung, kini berkembang di dua Kesultanan, Kesultanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.


Grebeg maulid mengartikan bukti rasa syukur masyarakat terhadap lahirnya Nabi Muhammad SAW.

Di Keraton Surakarta dalam memperingati Maulid Nabi terdapat dua acara, yang pertama Miyos Gongso dan yang kedua Grebeg Maulid.

Miyos Gongso adalah acara pemindahan gamelan yang bernama Gamelan Kyai Guntur Sari dari keraton ke Masjid Agung. Gamelan Kyai Guntur Sari ini dibunyikan selama 7 hari.


Kemudian acara puncaknya adalah Grebeg Maulid.

Grebeg Maulid diadakan dengan cara membuat dua gunungan, gunungan kakung (laki-laki) dan gunungan estri (perempuan). Dua gunungan tersebut bermakna keseimbangan hidup.

Gunungan diarak dari Keraton menuju Masjid Agung, setelah sampai di Masjid lalu para abdi dalem Keraton mendoakan gunungan agar diberi keberkahan dan dilimpahkan kenikmatan.

Acara terakhir dari Grebeg Maulid ini adalah masyarakat berebut isi dari gunungan yang telah didoakan oleh para abdi dalem Keraton.

Editor : Hana Qathrunnada

Heru Sofyan Nama saya Heru Sofyan, alamat saya Purbalingga Jawa Tengah. Sekarang saya tinggal di Semarang karena sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi islam di semarang. Yaitu di UIN WALISONGO dengan program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, fakultas Dakwah dan Komunikasi.

Belum ada Komentar untuk "Sejarah Grebeg Maulid di Tanah Jawa"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel