Entri yang Diunggulkan

Essay Diah Ayu Fadilah: Kehidupan Petani dan Segenggam Rasa Syukurnya

Hukum Perayaan Maulid Nabi Menurut Ulama Ahlussunah

Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dirayakan umat muslim setiap tahun. Namun bagaimana hukumnya?
         Ilustrasi-Hukum Perayaan Maulid Nabi SAW. (doc. Pixabay/Abdullah_Shakor)

DIREKTORIJATENG.ID - Setiap Ulama pasti memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. 

Maulid Nabi dilakukan setiap tahun pada tanggal 12 Hijriyah yang tahun ini bertepatan dengan tanggal 28 September 2023.

Maulid Nabi biasanya diperingati dengan suka cita dan meriah, seperti yang dilakukan di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. 

Di Keraton Surakarta dan Yogyakarta saat Maulid Nabi ada tradisi Sekaten yang dilakukan selama 7 hari berturut-turut dari tanggal 5 sampai dengan 12 Rabi'ul Awal. 

Pada puncak acaranya terdapat kirab gunungan, yang isinya buah, makanan, sayuran, dan beras ketan.

Gunungan tersebut sebagai wujud sebuah doa dan selamatan. Setelah di doakan, gunungan tersebut dibagikan kepada masyarakat.

Baca juga: Memperingati Maulid Nabi, Kamu Harus Tahu Sejarah Penyebutan Al-Amin untuk Nabi Muhammad SAW

Berikut hukum melaksanakan perayaan Maulid Nabi menurut beberapa Ulama Ahlussunah, dari buku "Wewangian Semerbak Dalam Menjelaskan Tentang Peringatan Maulid Nabi" karya Dr. H. Kholilurrohman, Lc, MA.

1. Fatwa Syaikh al-Islam Khatimah al-Huffazh Amir al-Mu'minin Fi al- Hadits al-Imam Ahmad Ibn Hajar al-'Asqalani. Beliau menuliskan sebagai berikut:

أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُدُرُونِ الثَّلاَثَةِ، وَلَكِنَّهَا مَعَ ذٰلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِي عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةٌ وَقَالَ: "وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ

"Asal peringatan maulid adalah bid'ah yang belum pernah dinukil dari kaum Salaf saleh yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi demikian peringatan maulid mengandung kebaikan dan lawannya, jadi barangsiapa dalam peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik saja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid'ah hasanah". Al-Hafizb Ibn Hajar juga mengatakan: "Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid di atas dalil yang tsabit (Shabih)".

2. Fatwa al-Imam al-Hafizh as-Suyuthi. Beliau mengatakan dalam risalahnya Husn al-Maqshid Fi Amal al-Maulid: Beliau menuliskan sebagai berikut:

عِنْدِي أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِي هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِي مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِي مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَىذٰلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِي يُتَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْإِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيفِ، وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ ذٰلِكَ صَاحِبُ إِرْبَلِ الْمَلِكُ الْمُظَفَرُ أَبُو سَعِيْدٍ كَوْكَبْرِيْ بْنُ زَيْنِ الدِّينِ ابْنِ يُكْتُكِيْن أَحَدُ الْمُلُوكِ الْأَبْحَادِ وَالْكُبَرَاءِ وَالْأَجْوَادِ، وَكَانَ لَهُ آثَارٌ حَسَنَةٌ وَهُوَ الَّذِيْ عَمَّرَ الجَامِعَ الْمُظَفَّرِيَّ بِسَفْحِ قَاسِبُونَ

"Menurutku: pada dasarnya peringatan maulid, berupa kumpulan orang-orang, berisi bacaan beberapa ayat al-Qur'an, meriwayatkan hadits-hadits tentang permulaan sejarah Rasulullah dan tanda-tanda yang mengiringi kelahirannya, kemudian disajikan hidangan lalu dimakan oleh orang-orang tersebut dan kemudian mereka bubar setelahnya tanpa ada tambahan-tambahan lain, adalah termasuk bid'ah hasanah yang pelakunya akan memperoleh pahala. Karena perkara semacam itu merupakan perbuatan mengagungkan terhadap kedudukan Rasulullah dan merupakan penampakan akan rasa gembira dan suka cita dengan kelahirannya yang mulia. Orang yang pertama kali merintis peringatan maulid ini adalah penguasa Irbil, Raja al-Muzhaffar Abu Sa'id Kaukabri Ibn Zainuddin Ibn Buktukin, salah seorang raja yang mulia, agung dan dermawan. Beliau memiliki peninggalan dan jasa-jasa yang baik, dan dialah yang membangun al-Jami' al-Muzhaffari di lereng gunung Qasiyun".

3. Fatwa al-Imam al-Hafizh as-Sakhawi seperti disebutkan dalam al- Ajwibah al-Mardliyyah, sebagai berikut:

لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِي الْقُرُونِ الثَّلَاثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَا حَدَثَ بَعْدُ، ثُمَّ مَا زَالَ أَهْلُ الْإِسْلاَمِ فِي سَائِرِ الأَقْطَارِ وَالْمُدُنِ الْعِظَامِ يَحْتَفِلُونَ فِي شَهْرٍ مَوْلِدِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ - يَعْمَلُوْنَ الْوَلَائِمَ الْبَدِيعَةَ الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى الأُمُورِ الْبَهِجَةِ الرَّفِيْعَةِ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِي لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ، وَيُظْهِرُونَ السُّرُوْرَ، وَيَزِيدُونَ فِي الْمَبَرَّاتِ، بَلْ يَعْتَنُونَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيمِ، وَتَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلُّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ بِحَيْثُ كَانَ مِمَّا جُرِّبَ ثُمَّ قَالَ: "قُلْتُ: كَانَ مَوْلِدُهُ الشَّرِيفُ عَلَى الأَصَحُ لَيْلَةَ الْإِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيعِ الْأَوَّلِ، وَقِيلَ: لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ، وَقِيلَ: لِثَمَانٍ، وَقِيلَ: لِعَشْرٍ وَقِيلَ غَيْرُ ذَلِكَ، وَحِينَئِذٍ فَلَا بَأْسَ بِفِعْلِ الخَيْرِ فِي هَذِهِ الأَيَّامِ وَاللَّيَالِي عَلَى حَسَبِ الْاسْتِطَاعَةِ بَلْ يَحْسُنُ فِي أَيَّامِ الشَّهْرِ كُلِّهَا وَلَيَالِيْهِ.

"Peringatan Maulid Nabi belum pernah dilakukan oleh seorang- pun dari kaum Salaf Saleh yang hidup pada tiga abad pertama yang mulia, melainkan baru ada setelah itu di kemudian. Dan ummat Islam di semua daerah dan kota-kota besar senantiasa mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan kelahiran Rasulullah. Mereka mengadakan jamuan-jamuan makan yang luar biasa dan diisi dengan hal-hal yang menggembirakan dan baik. Pada malam harinya, mereka mengeluarkan berbagai macam sedekah, mereka menampakkan kegembiraan dan suka cita. Mereka melakukan kebaikan-kebaikan lebih dari biasanya. Mereka bahkan meramaikan dengan membaca buku-buku maulid. Dan nampaklah keberkahan Nabi dan Maulid secara merata. Dan ini semua telah teruji".

Kemudian as-Sakhawi berkata: "Aku Katakan: "Tanggal kelahiran Nabi menurut pendapat yang paling shahih adalah malam Senin, tanggal 12 bulan Rabi'ul Awal. Menurut pendapat lain malam tanggal 2, 8, 10 dan masih ada pendapat- pendapat lain.

Oleh karenanya tidak mengapa melakukan kebaikan kapanpun pada hari-hari dan malam-malam ini sesuai dengan kesiapan yang ada, bahkan baik jika dilakukan pada bari-hari dan malam-malam bulan Rabi'ul Awal seluruhnya.

Jika kita membaca fatwa-fatwa para ulama terkemuka ini dan merenungkannya dengan hati yang jernih, kita akan mengetahui bahwa sebenarnya sikap "sinis" yang timbul dari sebagian orang yang mengharamkan Maulid Nabi tidak lain hanya didasarakan kepada hawa nafsu belaka. 

Orang-orang semacam itu sama sekali tidak peduli dengan fatwa-fatwa para ulama saleh terdahulu.

Di antara pernyataan mereka yang sangat merisihkan ialah bahwa mereka seringkali menyamakan peringatan Maulid Nabi ini dengan perayaan Natal yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani. 

Bahkan salah seorang dari mereka, karena sangat benci terhadap perayaan Maulid Nabi ini, dengan tanpa malu dan tanpa risih sama sekali berkata:

إِنَّ النَّبِيْحَةَ الَّتِي تُذْبَحُ لْإطْعَامِ النَّاسِ فِي الْمَوْلِدِ أَحْرَمُ مِنَ الخِنْزِيرِ

"Sesungguhnya binatang sembelihan yang disembelih untuk menjamu orang dalam peringatan maulid lebih haram dari daging babi".

Orang-orang anti maulid ini menganggap bahwa perbuatan bid'ah semcam Maulid Nabi ini adalah perbuatan yang mendekati syirik. Dengan demikian, menurut mereka, lebih besar dosanya daripada memakan daging babi yang hanya haram saja dan tidak mengandung unsur syirik.

Jawab:

Na'udzu Billah.

Sungguh sangat kotor dan buruk perkataan orang semacam ini. Bagaimana ia berani dan tidak punya rasa malu sama sekali mengatakan peringatan Maulid Nabi, yang telah disetujui oleh para ulama dan orang-orang saleh dan telah dianggap sebagai perkara baik oleh para ahli hadits dan lainnya, dengan perkataan seburuk seperti ini?! Orang seperti ini benar-benar tidak tahu diri. Apakah dia merasa telah menjadi seperti al-Hafizh Ibn Hajar al-'Asqalani, al-Hafzib as-Suyuthi atau al-Hafizh as-Sakhawi atau bahkan merasa lebih alim dari mereka?! Bagaimana ia membandingkan makan daging babi yang telah nyata dan tegas hukum haramnya di dalam al- Qur'an, lalu ia samakan dengan peringatan Maulid Nabi yang sama sekali tidak ada pengharamannya dari nash-nash syari'at?! Ini artinya, bahwa orang-orang semacam dia yang mengharamkan maulid ini tidak mengetahui Maratib al-Ahkam, tingkatan-tingkatan hukum. Mereka tidak mengetahui mana yang haram dan mana yang mubah, mana yang haram dengan nash dan mana yang haram dengan istinbath. Tentunya orang-orang semacam ini sama sekali tidak layak untuk diikuti dan dijadikan panutan atau ikutan dalam mengamalkan ajaran agama Allah ini.

Baca juga:  Tradisi Maulid Nabi Muhammad di SMAN 7 Semarang.

Editor: Karina Rahma dan Dela Anadra

Belum ada Komentar untuk "Hukum Perayaan Maulid Nabi Menurut Ulama Ahlussunah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel