Entri yang Diunggulkan

Essay Diah Ayu Fadilah: Kehidupan Petani dan Segenggam Rasa Syukurnya

Tujuh tahun menanti juara

Kartun "Transformation" peraih First Prize "5th KalDer Bursa International Cartoon Contest, Turkey".
Kartun "Transformation" peraih First Prize "5th KalDer Bursa International Cartoon Contest, Turkey".
Bulan Februari 2018 menjadi momentum yang menggembirakan bagi saya. Tepatnya pada tanggal 10 Februari 2018. Panitia lomba "5th KalDer Bursa International Cartoon Contest, Turkey" mengumumkan nama-nama pemenang lomba tahunan itu. Dan, Alhamdulillah, nama saya "Abdul Arif" disebut dalam daftar itu.

"First Prize: Abdul Arif - Indonesia," demikian sebut akun facebook fanpage KalDer Bursa.

Pengumuman itu bagi saya adalah kejutan yang mengasyikkan. Meminjam kata-kata Harian Suara Merdeka edisi 13 Februari 2018 yang memuat berita profil saya: "Meraih prestasi memang tak bisa instan. Butuh waktu yang cukup panjang untuk mewujudkannya."

Saya masih ingat betul saat kali pertama belajar menggambar kartun. Saya memang menaruh minat sejak awal. Kartun bagi saya sangat simpel jika dibandingkan karya seni lain. Dan saya berasumsi bisa memelajarinya.

Sekitar tahun 2010, saat saya aktif di Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat. Saya didapuk sebagai ilustrator di tabloid idola kampus IAIN (sekarang UIN) Walisongo Semarang. Saya belajar secara otodidak dengan menyaksikan kartun-kartun yang dimuat di media massa. Kadang-kadang saya juga ikut pelatihan menggambar.

Di sebuah pelatihan kartun, tidak sengaja saya bersua dengan Mas Abdulloh Ibnu Thalhah, kartunis Tabloid Cempaka saat itu. Mas Thalhah tak lain juga senior saya di SKM Amanat. Saya melihat karya-karyanya menghiasi cover dan isi tabloid edisi lama. Perjumpaan itu membuat saya lebih intens belajar menggambar. Tak hanya kartun, tapi juga ilustrasi.

Saya sempat meniru gaya menggambar Mas Thalhah saat itu. Bahkan pada sebuah penerbitan Soeket Teki saya membuat ilustrasi dengan gaya yang mendekati meskipun masih jauh. "Ini Nolkhah," kata Mas Rukardi, redaktur Harian Suara Merdeka saat itu.

Belajar di kampus tak cukup bagi saya. Apalagi seorang diri. Untuk mencari teman yang sehobi cukup sulit. Saya pun mulai mengenal Semarang Cartoon Club (SECAC). Yaitu ketika pameran kartun yang digelar di Galeri Merak, Kota Lama Semarang pada 27 Februari 2011. Di pameran bertajuk SECAC Reborn itu saya mulai kenal dengan sejumlah kartunis top di Semarang. Di antaranya pencipta wayang mbeling, Goenawan Pranyoto, Jitet Koestana, Koesnan Hoesie, Slamet Widodo dan sejumlah anggota SECAC.

Sejak gabung di komunitas besar ini, saya tak hanya ngartun untuk media kampus. Tapi juga aktif pameran dan kontes internasional.

Hasilnya nihil. Karya -karya saya bahkan tak pernah lolos masuk pameran. Paling keren dimuat di koran Jawa Pos atau Sindo. Itu pun tak banyak. Namun, tahun 2013 membuat saya sedikit lega. Kartun saya bertema buku masuk 100 besar yang dipamerkan di International Contest of Caricature and Cartoon Vianden 2013. Ini satu-satunya yang masuk seleksi pameran kartun internasional hingga penghujung tahun 2016.

Semangat sempat kendor. Tapi mulai menguat di akhir 2016. Saat itu saya terlibat gelaran SECAC International Cartoon Exhibition 2016. Di situ pula saya mulai dekat dengan Jitet Koestana, pemegang rekor MURI dengan penghargaan kartun internasional terbanyak.

Pak Jitet kebetulan pulang kampung. Kehadirannya membuat teman-teman kartunis di Semarang makin bersemangat. Di bawah arahan beliau, satu persatu teman-teman kartunis jadi juara lomba. Antara lain Suratno yang menang di SICACO Korea, Darsono, Djoko Susilo menang di Jiaxing China dan Rahma Sekar yang masih SMP menang di Facemi Humor China.

Saya sendiri ngiler melihat teman-teman juara. Makin gregetan lagi ketika yang menang itu teman gambar bareng. Contohnya waktu ikut lomba kartun "Seni Lawan Korupsi Bali". Yang menang justru Fud Ali teman gambar bareng untuk lomba itu. Duh.

Meski demikian, saya tetap bersyukur. Ada banyak kemajuan yang saya alami di tahun 2017. Beberapa karya saya jadi finalis di  Korea, Tiongkok, Luksemburg, Belgia, Tunisia dan Turki.

First Prize KalDer Bursa adalah penghargaan internasional pertama saya dalam tujuh tahun penantian. Lomba ini dibuka sejak 30 Oktober 2017 lalu mengusung tema "Managing Transformation". Saya mengirimkan dua buah karya dalam lomba itu.

Panitia merilis, ada sebanyak 607 kartun yang masuk ke panitia lomba. Karya tersebut berasal dari 262 kartunis dari 43 negara. Pada 22 Januari 2018, KalDer Bursa merilis 112 karya yang masuk nominasi. Karya tersebut telah melewati penjurian awal. Alhamdulillah, satu karya saya masuk nominasi hingga akhirnya jadi juara.

Pemenang lainnya, karya Vladimir Kazanevsky dari Ukraina (Second prize), Constantin Sunnerberg dari Belgia (Third Prize), Giant Sugianto dari Indonesia (Mention 1), Zlatko Krstevski dari Macedonia (Mention 2) dan Nikola Listes dan Kroasia (Mention 3). Satu lagi  Kürsat Zaman dari Turki mendapat Special prize dari Anatolian Caricaturists Society.

Kartun tersebut saya beri judul 'Transformation'. Sama dengan tema yang diusung dalam lomba. Karya tersebut merupakan visualisasi transformasi media cetak ke digital. Seorang ayah didampingi anaknya sedang menata buku. Buku-buku itu tampak menumpuk memenuhi ruangan yang kemudian disusun ke dalam rak berbentuk gawai.

Yang lagi tren memang isu media digital. Saya tertarik untuk membuat kartun dengan isu itu.

Capaian ini jadi motivasi bagi saya agar lebih giat lagi. Juga buat teman-teman kartunis di Semarang agar tetap semangat berkarya. Salam kartun.

Abdul Arif
Blogger dan kartunis lepas. Sedang menempuh pendidikan magister Prodi Kurikulum dan Teknologi Pembelajaran Pascasarjana Unnes

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel