Gold Pencil dan kaderisasi kartunis Semarang
Senin, 05 Februari 2018
Tulis Komentar
DIREKTORIJATENG.COM- Perkembangan kartun di Kota Semarang bisa dikata sedang menggeliat. Meski ladang kartun di media cetak tengah melesu, para kartunis Semarang tetap eksis. Mereka justru makin moncer di panggung internasional.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah nama kartunis asal Semarang tampil sebagai juara dalam berbagai ajang lomba. Sebut saja Jitet Koestana. Nama Jitet memang sudah tak asing lagi di dunia kartun.
Pada 15 Desember 2017 dia menerima penghargaan "First Prize" dalam ajang "Our Heritage Jerusalem" 1st International Cartoon Contest, Istanbul Turkey. Baru-baru ini Jitet juga memenangkan lomba dengan penghargaan First Prize of International Cartoon Contest "Humour a Gallarate" Italy 2017. Hingga saat ini dia telah mengoleksi sebanyak 143 penghargaan kartun internasional.
Jitet bisa jadi satu-satunya kartunis di Indonesia yang mengoleksi penghargaan sebanyak itu. Atau bahkan di dunia. Cartoon Home Network International (CHNI) baru-baru ini merilis daftar nama kartunis terbaik dunia. Nama Jitet termasuk di dalam daftar itu.
Selain nama Jitet, nama Suratno juga turut menghiasi panggung kartun internasional. Guru SMP Negeri 17 Semarang ini mengoleksi sebanyak delapan penghargaan internasional selama 2017. Satu di antaranya yaitu Gold Prize SICACO 2017, Korea.
Suratno juga berhasil mengantarkan sejumlah anak didiknya menjadi finalis di sejumlah lomba. Bahkan satu di antaranya ada yang juara. Yaitu siswi kelas IX SMP Negeri 17, Rahma Sekar (14) dengan penghargaan "Bronze Prize" untuk kategori pelajar dalam kontes bertajuk FaceMi Humor Cartoon Exhibition 2017.
Capaian itu bukanlah sebuah kebetulan. Para kartunis di kota lumpia kini tengah bergerak melalui sebuah wadah bernama Gold Pencil Indonesia. Melalui lembaga tersebut, Jitet dan kawan-kawan menggarap kartun Semarang lebih serius.
"Selama ini pengembangan kartun sebatas komunitas. Gerakannya cukup lambat. Kaderisasi di komunitas tak berjalan baik. Untuk itu perlu terobosan baru yang lebih profesional," kata Jitet dalam sebuah obrolan santai di kediamannya, Jalan Candi Penataran Utara No 12 Kalipancur, Ngaliyan, Semarang.
Jitet melihat banyak anak muda di Semarang yang cukup potensial. Hanya saja mereka tak bisa berkembang karena tidak didukung dengan baik. Menurutnya, Gold Pencil diharapkan menjembatani hal itu.
Gold Pencil adalah lembaga yang bergerak di bidang pengembangan dan kajian kartun. Jitet menyatakan, lembaga itu tidak memiliki kaitan dengan Semarang Cartoon Club (SECAC) yang lebih dulu berkembang. "SECAC bisa jadi anggotanya ratusan tapi Gold Pencil cukup ditangani beberapa orang saja," katanya.
Bina generasi muda
Gold Pencil lahir bersamaan dengan gelaran "Jitet and Friends Exhibition" pada 26-27 Agustus 2017 di Borobudur, Jawa Tengah. Gelaran itu menampilkan karya siswa SMP di Semarang yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler kartun di sekolah. Pameran itu dinilai sebagai sesuatu yang luar biasa karena ada karya anak muda bersanding dengan karya kartunis top dunia. Ya, selain karya anak SMP, Jitet and Friends juga menampilkan karya pilihan dari kartunis di sejumlah negara.
Pada Minggu (4/2/2018) lalu, Gold Pencil Indonesia menggelar rapat kerja (raker) untuk kali pertama. Raker berlangsung di Santosa Stable, Boja. Pertemuan itu menghasilkan sejumlah rencana program yang akan dilaksanakan pada 2018. Satu di antaranya yaitu pembinaan kartunis muda melalui sekolah kartun dan ekstrakurikuler kartun di SMP maupun SMA.
"Cita-cita Gold Pencil ingin menumbuhkan kartunis-kartunis baru di Semarang. Kalau bisa sekaligus menciptakan lapangan kerja. InsyaAllah," katanya.
Selain Jitet, ada dua nama kartunis yang turut membidani kelahiran Gold Pencil: Suratno dan Abdul Arif. Abdul Arif yang mewakili generasi muda didapuk sebagai ketua.
Abdul Arif mengatakan, Semarang saat ini memiliki posisi strategis di kancah internasional. Jitet yang notabene kartunis Semarang merupakan salah satu pengurus Union of World Cartoonists (UWC) yang baru saja dibentuk di Turki akhir 2017 lalu. Tak hanya itu, kartunis Semarang juga tampak dominan sebagai peserta pameran maupun kontes internasional dibandingkan daerah lain.
"Ini adalah peluang besar yang harus dimanfaatkan untuk pengembangan kartun Semarang," kata pria kelahiran Kudus, 11 Mei 1989 itu. (AS)
Ekstrakurikuler kartun di SMP Negeri 17 Semarang. (Dok. Gold Pencil) |
Pada 15 Desember 2017 dia menerima penghargaan "First Prize" dalam ajang "Our Heritage Jerusalem" 1st International Cartoon Contest, Istanbul Turkey. Baru-baru ini Jitet juga memenangkan lomba dengan penghargaan First Prize of International Cartoon Contest "Humour a Gallarate" Italy 2017. Hingga saat ini dia telah mengoleksi sebanyak 143 penghargaan kartun internasional.
Jitet bisa jadi satu-satunya kartunis di Indonesia yang mengoleksi penghargaan sebanyak itu. Atau bahkan di dunia. Cartoon Home Network International (CHNI) baru-baru ini merilis daftar nama kartunis terbaik dunia. Nama Jitet termasuk di dalam daftar itu.
Selain nama Jitet, nama Suratno juga turut menghiasi panggung kartun internasional. Guru SMP Negeri 17 Semarang ini mengoleksi sebanyak delapan penghargaan internasional selama 2017. Satu di antaranya yaitu Gold Prize SICACO 2017, Korea.
Suratno juga berhasil mengantarkan sejumlah anak didiknya menjadi finalis di sejumlah lomba. Bahkan satu di antaranya ada yang juara. Yaitu siswi kelas IX SMP Negeri 17, Rahma Sekar (14) dengan penghargaan "Bronze Prize" untuk kategori pelajar dalam kontes bertajuk FaceMi Humor Cartoon Exhibition 2017.
Capaian itu bukanlah sebuah kebetulan. Para kartunis di kota lumpia kini tengah bergerak melalui sebuah wadah bernama Gold Pencil Indonesia. Melalui lembaga tersebut, Jitet dan kawan-kawan menggarap kartun Semarang lebih serius.
Suasana belajar menggambar kartun di SMP Negeri 17 Semarang. (Dok. Gold Pencil) |
Jitet melihat banyak anak muda di Semarang yang cukup potensial. Hanya saja mereka tak bisa berkembang karena tidak didukung dengan baik. Menurutnya, Gold Pencil diharapkan menjembatani hal itu.
Gold Pencil adalah lembaga yang bergerak di bidang pengembangan dan kajian kartun. Jitet menyatakan, lembaga itu tidak memiliki kaitan dengan Semarang Cartoon Club (SECAC) yang lebih dulu berkembang. "SECAC bisa jadi anggotanya ratusan tapi Gold Pencil cukup ditangani beberapa orang saja," katanya.
Bina generasi muda
Gold Pencil lahir bersamaan dengan gelaran "Jitet and Friends Exhibition" pada 26-27 Agustus 2017 di Borobudur, Jawa Tengah. Gelaran itu menampilkan karya siswa SMP di Semarang yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler kartun di sekolah. Pameran itu dinilai sebagai sesuatu yang luar biasa karena ada karya anak muda bersanding dengan karya kartunis top dunia. Ya, selain karya anak SMP, Jitet and Friends juga menampilkan karya pilihan dari kartunis di sejumlah negara.
Pada Minggu (4/2/2018) lalu, Gold Pencil Indonesia menggelar rapat kerja (raker) untuk kali pertama. Raker berlangsung di Santosa Stable, Boja. Pertemuan itu menghasilkan sejumlah rencana program yang akan dilaksanakan pada 2018. Satu di antaranya yaitu pembinaan kartunis muda melalui sekolah kartun dan ekstrakurikuler kartun di SMP maupun SMA.
Pengurus Gold Pencil berpose bersama saat rapat kerja 2018 di Santosa Stable, Boja, Minggu (4/2/2018). (Dok. Gold Pencil) |
Selain Jitet, ada dua nama kartunis yang turut membidani kelahiran Gold Pencil: Suratno dan Abdul Arif. Abdul Arif yang mewakili generasi muda didapuk sebagai ketua.
Abdul Arif mengatakan, Semarang saat ini memiliki posisi strategis di kancah internasional. Jitet yang notabene kartunis Semarang merupakan salah satu pengurus Union of World Cartoonists (UWC) yang baru saja dibentuk di Turki akhir 2017 lalu. Tak hanya itu, kartunis Semarang juga tampak dominan sebagai peserta pameran maupun kontes internasional dibandingkan daerah lain.
"Ini adalah peluang besar yang harus dimanfaatkan untuk pengembangan kartun Semarang," kata pria kelahiran Kudus, 11 Mei 1989 itu. (AS)
Belum ada Komentar untuk "Gold Pencil dan kaderisasi kartunis Semarang"
Posting Komentar