Penulis buku "Sing Penting NUlis Terus": tidak ada tokoh besar tanpa buku
Selasa, 11 Juli 2017
Tulis Komentar
DIREKTORIJATENG.COM- Penerbit Formaci Semarang menggelar Halalbihalal dan Launching Buku "Sing Penting NUlis Terus (Panduan Praktis Menulis Artikel dan Esai di Koran)" karya Hamidulloh Ibda penulis asal Kabupaten Pati, pada Selasa sore (11/7/2017) di Taman Sampangan, Kecamatan Gajahmungkur, Semarang.
Hadir perwakilan guru dari Semarang, sejumlah mahasiswa dari Udinus, Unnes dan UIN Walisongo Semarang serta Akpelni Semarang. Hadir pula Hamidulloh Ibda penulis buku Sing Penting NUlis Terus (Panduan Praktis Menulis Artikel dan Esai di Koran)".
Melalui rilisnya Hamidulloh Ibda, bahwa di dunia ini tidak ada orang besar tanpa tulisan. "Agama-agama samawi pun bisa bertahan karena ada kitab-kitab suci. Mulai dari Taurat, Zabur, Injil dan Alquran," bebernya.
Kita pasti tahu siapa itu Nabi Muhammad, Nabi Isa, Imam Gazali, Syekh Abdul Qadir Aljelani, Aristoteles, Gramsci, KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, Pramoedya Ananta Toer, WS Rendra, Taufik Ismail, Kartini, KH. Soleh Darat, Yudi Latif, Cak Nur, Gus Dur, Cak Nun dan lainnya.
"Mereka semua adalah penulis. Kalau tidak menulis ya ide atau pemikirannya ditulis orang. Tapi jelasnya, nama mereka abadi lewat tulisan," beber Ibda yang juga penulis buku Demokrasi Setengah Hati itu.
Kalau mau suci lewat literasi, kata dia, ya minimal membaca dan menulis. "Membaca itu membuat pikiran cair dan nggak kaku. Apalagi membaca Alquran, kitab kuning dan buku ilmiah. Ditambah cerpen, novel, puisi. Pasti membuat hati dan perasaan halus," tutur dia.
Makanya, kata dia, Pramoedya Ananta Toer menegaskan bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian. "Kalau hanya nulis di medsos ya tentu kurang berguna. Tapi yang berguna justru menulis di media massa. Sudah dapat nama, honor dan pemikiran serta ide kita tersampaikan pula. Makanya inti menjadi penulis itu istikamah. Pokoke sing penting nulis terus," ujar dia dalam kegiatan yang juga dirangkai dengan diskusi dengan tema "Menjadi Suci Lewat Literasi".
Sementara itu, Direktur Formaci Press Dian Marta Wijayanti berharap, menulis tidak dipahami sebagai pekerjaan kaum akademik, entah itu guru, dosen, mahasiswa dan pelajar. "Namun menulis agak ilmiah itu ya mudah seperti menulis status di facebook. Jadi bukan jadi alasan bagi kaum akademik tidak menulis," mantan asesor EGRA USAID Prioritas itu.
Kemarin, kata dia, seorang TKI asal Bojonegoro bisa menerbitkan buku. "Jadi ini bukan masalah kemampuan, tapi lebih pada kemauan," ungkapnya. (AS)
Hadir perwakilan guru dari Semarang, sejumlah mahasiswa dari Udinus, Unnes dan UIN Walisongo Semarang serta Akpelni Semarang. Hadir pula Hamidulloh Ibda penulis buku Sing Penting NUlis Terus (Panduan Praktis Menulis Artikel dan Esai di Koran)".
Melalui rilisnya Hamidulloh Ibda, bahwa di dunia ini tidak ada orang besar tanpa tulisan. "Agama-agama samawi pun bisa bertahan karena ada kitab-kitab suci. Mulai dari Taurat, Zabur, Injil dan Alquran," bebernya.
Kita pasti tahu siapa itu Nabi Muhammad, Nabi Isa, Imam Gazali, Syekh Abdul Qadir Aljelani, Aristoteles, Gramsci, KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, Pramoedya Ananta Toer, WS Rendra, Taufik Ismail, Kartini, KH. Soleh Darat, Yudi Latif, Cak Nur, Gus Dur, Cak Nun dan lainnya.
"Mereka semua adalah penulis. Kalau tidak menulis ya ide atau pemikirannya ditulis orang. Tapi jelasnya, nama mereka abadi lewat tulisan," beber Ibda yang juga penulis buku Demokrasi Setengah Hati itu.
Kalau mau suci lewat literasi, kata dia, ya minimal membaca dan menulis. "Membaca itu membuat pikiran cair dan nggak kaku. Apalagi membaca Alquran, kitab kuning dan buku ilmiah. Ditambah cerpen, novel, puisi. Pasti membuat hati dan perasaan halus," tutur dia.
Makanya, kata dia, Pramoedya Ananta Toer menegaskan bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian. "Kalau hanya nulis di medsos ya tentu kurang berguna. Tapi yang berguna justru menulis di media massa. Sudah dapat nama, honor dan pemikiran serta ide kita tersampaikan pula. Makanya inti menjadi penulis itu istikamah. Pokoke sing penting nulis terus," ujar dia dalam kegiatan yang juga dirangkai dengan diskusi dengan tema "Menjadi Suci Lewat Literasi".
Sementara itu, Direktur Formaci Press Dian Marta Wijayanti berharap, menulis tidak dipahami sebagai pekerjaan kaum akademik, entah itu guru, dosen, mahasiswa dan pelajar. "Namun menulis agak ilmiah itu ya mudah seperti menulis status di facebook. Jadi bukan jadi alasan bagi kaum akademik tidak menulis," mantan asesor EGRA USAID Prioritas itu.
Kemarin, kata dia, seorang TKI asal Bojonegoro bisa menerbitkan buku. "Jadi ini bukan masalah kemampuan, tapi lebih pada kemauan," ungkapnya. (AS)
Belum ada Komentar untuk "Penulis buku "Sing Penting NUlis Terus": tidak ada tokoh besar tanpa buku"
Posting Komentar