Entri yang Diunggulkan

Essay Diah Ayu Fadilah: Kehidupan Petani dan Segenggam Rasa Syukurnya

Lebih dekat dengan Jitet Kustana, Master Kartun dari Semarang

DIREKTORIJATENG.COM- Mengenakan kaus berwarna putih dan celana pendek, Jitet Kustana menyambut saya di rumahnya, Jalan Candi Penataran Utara No 12 Kalipancur, Ngaliyan, Semarang, baru-baru ini. Jitet, demikian sapaan akrabnya, menyuguhkan teh hangat dan dua piring berisi gorengan untuk menemani perbincangan di ruang tamu malam itu.
Jitet Koestana sedang merampungkan karya untuk kontes internasional.
Jitet Koestana sedang merampungkan karya untuk kontes internasional. (foto direktorijateng.com)
Di ruang tamu itu, Jitet memajang beberapa karyanya. Lukisan tank yang ditumbuhi lumut hijau berada di sisi kiri. Sementara lukisan seorang politisi dengan tangan terikat dipajang di dinding, tepat menghadap pintu. Jitet juga memajang karya-karyanya  di sejumlah sudut rumahnya.

Tak hanya itu, koleksi buku dan katalog kartun miliknya juga ia pajang di rak yang ditata di ruang tamu. Ada ratusan katalog kartun yang ia koleksi. Jitet biasanya dengan senang hati akan meminjamkan buku koleksinya kepada siapapun yang tertarik belajar kartun.
Tidak heran jika ia memiliki koleksi sebanyak itu. Sebab, sudah puluhan tahun lamanya Jitet istikamah menggeluti seni kartun.

Perjalanan itu bermula ketika Jitet yang masih remaja merasa kehilangan arah. Di sekolah STM, ia sering terlibat tawuran. Lama-lama aktivitas itu membuatnya frustasi. Ia pun memilih keluar dari sekolah.

“Atas inisiatif orangtua, saya dibuatkan warung buku bekas. Ada orang yang jual saya beli dan jual lagi,” katanya.
Lebih dekat dengan Jitet Koestana, Master Kartun dari Semarang
Jitet sedang membaca salah satu buku koleksinya. Buku menjadi sumber inspirasi dalam menggambar kartun.  (foto direktorijateng.com)
Dari situlah rupanya, pengembaraan Jitet dimulai. Ia belajar dari buku-buku yang dijumpainya di kios. Mulai dari buku filsafat, teologi dan macam-macam. Asal ia suka, buku itu akan ia dibaca.
Di kios itu pula, Jitet sesekali menggambar. Suatu hari ada teman bernama Bogel, pernah jadi ilustrator di Pos Kota. Bogel mengenalkan Jitet ke Semarang Cartoon Club (SECAC).

“Saya dikenalkan dengan Yehana SR. Dia yang pegang SECAC saat itu. Saya buat contoh gambar. Kebetulan Yeha senang. Wah apik iki (wah bagus ini),” ujarnya menirukan. Gambar Jitet pun langsung ditawarkan ke Gunawan Pranyoto (alm) yang saat itu aktif di Suara Merdeka. Kartun Jitet dimuat, sedangkan kartun Bogel justru tidak. Bagi Jitet, saat itulah titik balik kehidupannya.

Jitet juga mulai mengenal siapa itu Prie GS, siapa Edi Vokal, Darminto M Sudarmo, Itos dan tokoh-tokoh kartunis lainnya pada masa itu.

Untuk belajar, Jitet memang sering banyak bertanya. Ia memaklumi, pada saat itu teknologi tak semaju sekarang. Jika ia ingin mengetahui sesuatu, ia pergi ke Johar. “Banyak buku bekas. Dari sana saya belajar,” katanya.

Suatu saat Jitet berjumpa dengan Ramli Badrudin. Jitet pun mulai mengenal WittyWorld yang membuka pintu masuk baginya menuju dunia internasional. Ada macam-macam lomba kartun tertera di sampul belakang WittyWorld tersebut. Mulai dari Yugoslavia, Bulgaria, Yumiori Simbun dan lainnya. Jitet yang sangat bersemangat saat itu mengirimkan karya ke semua lomba.

“Harapannya, tahun depan saya mendapat undangan dari panitia lomba itu. Saya belajar dari situ. Betul tahun depannya saya diundang,” katanya.

Sejak itu, Jitet aktif mengikuti kontes kartun internasional. Satu per satu penghargaan tingkat nasional maupun internasional ia raih. Pada 1990 ia meraih penghargaan “Grand Prize” lomba kartun Bola nasional. Pada tahun yang sama ia juga memeroleh penghargaan “Special Prize” International Nasreddin Hodja Cartoon Contest (Turkey).

Tahun ini, Jitet juga menyabet sejumlah penghargaan daam waktu berdekatan. Yaitu 1st Prize 4th Kalder Bursa International Cartoon Contest 2017 (Turkey), special price The First International Cartoon Festival on Safe & Optimal Consumption of  Natural Gas (Iran) dan 2nd place 19th Portocartoon Festival 2017.

Hingga saat ini, Jitet telah mengoleksi sebanyak 126 penghargaan. Ia juga telah memecahkan rekor MURI dengan penghargaan internasional terbanyak pada 1998.
Lebih dekat dengan Jitet Koestana, Master Kartun dari Semarang
Koleksi plakat penghargaan kontes internasional milik Jitet Koestana. Jitet mengoleksi 126 penghargaan selama berkarir.  (foto direktorijateng.com)
Bagi Jitet, kartunis Indonesia memiliki kesempatan yang sama di kancah internasional. Ia bahkan mengatakan jika Indonesia lebih banyak memiliki bahan. Indonesia dengan kompleksitasnya sangat kaya untuk menggali ide kartun.

Lantas, bagaimana Jitet menggali ide saat berkarya? Jitet punya banyak cara untuk menggali ide dalam menggambar kartun. Satu di antara yang sering ia lakukan adalah memutarbalikkan logika. Ia mencontohkan, Syiria pada saat itu seperti apa. Lalu dilukiskan pada saat ini seperti apa.

“Kita membayangkan bahwa saat ini banyak tumbuhan. Karena kepedulian kita semua jadi hijau. Ini juga bisa jadi gagasan. Gampang. Tinggal bolak-balik logika kita. Parodi juga hampir sama,” katanya.

Tak hanya itu, ide membuat kartun juga muncul setelah membaca buku. Bagi Jitet, cara ini sebenarnya hanya mengalihkan pesan dari teks ke dalam bentuk visual.

Ia pernah mempraktikkan cara ini. Itu terinspirasi dari cerita tentang burung. Suatu saat ada beberapa ekor burung dikurung. Dikasih makan majikan. Dipenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kurungan ditaburi beras dan jagung. Burung itu tumbuh gemuk. Namun ada satu burung yang tidak mau terpenjara. Dia tak mau makan hingga kurus. Makin lama makin kurus.

Syahdan, suatu ketika burung yang kurus itu justru bisa bebas terbang. “Kartun ini menang di Rusia. Dari baca buku. Dahsyat cerita itu. Ketika kamu menentang apa yang kamu nggak suka, kamu bebas. Keluar dari penjara,” kata Jitet.

Selain di kontes, karir Jitet di media juga bagus. Ia pernah mengisi kolom kartun di Jawa Pos, Tabloid Gaya Sehat, menjadi illustrator Tabloid Senior dan kartunis Harian Kompas. Ia berhenti bekerja di media sejak 2016 lalu dan memilih pulang ke Semarang.

Diakui Jitet, capaian yang ia peroleh saat ini tak lepas dari komunitas yang selama ini menaunginya, yaitu SECAC. Ia pun merasa punya utang. Jitet percaya dengan perkataan Bung Karno: beri aku 10 anak muda, akan kuguncang dunia. Ia sudah merancang sejumlah agenda Bersama kartunis-kartunis muda Semarang.

“Sekarang saya nomor 1. Alhamdulillah. Astagfirullah. Aku bisa guncang dunia tanpa siapapun. Tapi bersama anak-anak muda akan lebih dahsyat,” katanya.

Jitet mengingatkan, masa depan kartunis adalah dunia digital. Semua memiliki media sendiri yang berada dalam genggaman. Tergantung dimanfaatkan untuk apa. (AS)

Belum ada Komentar untuk "Lebih dekat dengan Jitet Kustana, Master Kartun dari Semarang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel