Berburu batu akik klawing di Purbalingga
Kamis, 25 Februari 2016
Tulis Komentar
Batu akik klawing Purbalingga |
DIREKTORIJATENG.COM, PURBALINGGA- Langit di
Purbalingga terasa teduh. Matahari mulai mendekati ufuk barat. Beberapa warga
di Desa Bancar Purbalingga mulai merapat ke Sungai Klawing, Senin (8/6/2014).
Mereka membawa sebatang pipa berdimensi sekitar 10 cm. Panjangnya 1 meteran.
Arus sungai tak begitu deras. Sesampainya
di tepian sungai, mereka lantas menceburkan diri ke dalam air. Pelan-pelan
mereka mengamati bebatuan di dasar sungai. Pipa yang mereka bawa itu untuk
membantu mencari batu-batu akik yang menyelip di antara bebatuan Sungai Klawing.
Pada bagian ujung pipa, ada mika yang
menutupi lobang. Dengan begitu, mereka yang acap kali disapa para petani batu
akik itu bisa meneropong bebatuan di dasar sungai. Begitu ada batu yang
terlihat menarik, langsung dipungutnya dan dimasukkan ke dalam tas.
Sungai Klawing yang berada di wilayah
Purbalingga merupakan surga bagi kerajinan batu akik di Purbalingga. Sungai
yang melintasi wilayah utara Purbalingga hingga selatan dan bermuara di Sungai
Serayu tersebut menghasilkan Batu Klawing sebagai bahan dasar kerajinan batu
akik. Di sepanjang sungai, berbagai macam batuan semi mulia dengan motif dan
warna yang unik bisa ditemukan.
Ipong (40) satu di antara petani itu
menjelaskan, batu Klawing yang dipungutnya dari Sungai Klawing adalah yang
memiliki ciri khusus. Dia memaparkan, biasanya yang berwarna hijau dan
bercampur warna merah. Dia menyebut batu tersebut dengan istilah Nagasui.
"Nagasui adalah batu Klawing andalan
di Purbalingga, " ujar warga Bancar RT 2/6 Kecamatan Purbalingga.
Selain batu Nagasui, lanjut dia, ada juga
beberapa batu Klawing lainnya, seperti panca warna, badar lumut dan motif telor
kodok.
Para petani biasanya menambang Batu Klawing
tersebut saat cuaca tidak sedang memanas. Mereka memilih pagi atau sore hari
untuk menceburkan diri menambang Batu Akik.
Batu-batu Klawing yang dikumpulkan para
petani selanjutnya dijual kepada para pengrajin batu akik. Ipong mengatakan, di
Purbalingga tidak susah menemukan pembeli batunya untuk bahan kerajinan batu
akik. "Di sini banyak yang mau. Yang beli pengrajinnya langsung,"
katanya.
Batu Klawing temuan Ipong biasa dibanderol
Rp 50 ribu. Pernah juga dia menjual seharga Rp 350 ribu untuk batu nagasui
panca warna. Menurut dia, tal bisa dipastikan berapa pendapatannya dalam
menambang Batu Klawing. Yang jelas, pekerjaan itu dilakukannya di sela-sela
kesibukannya sebagai seorang tukang becak.
Tomari (35) yang juga petani Batu Klawing
menambahkan, untuk memeroleh batu panca warna dan nagasui di Sungai Klawing
menurutnya cukup susah. Sehingga harganya cukup mahal. Untuk batu berukuran
kepalan tangan bisa dia jual mulai Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu.
Pembuatan Batu Akik
Seorang petani sedang mencari batu di Sungai Klawing Purbalingga |
Suara mesin pisau pemotong batu bergemuruh
di belakang sebuah kios batu akik bernama Raja Klawing di Kecamatan Bukateja,
Purbalingga, Senin (8/6). Beberapa pengrajin terlihat memotong batu menjadi
bagian-bagian kecil. Batu tersebut dipotong menjadi lempengan dengan ketebalan
sekitar 1 cm.
Setelah dipotong sama tebal, Batu Klawing
hasil penambangan oleh para petani di sungai Klawing itu lalu dimasukkan ke
dalam ember berisi air. "Warna dan motifnya akan kelihatan jelas,"
ujar Roni (25), seorang pengrajin batu akik.
Lempengan batu itupun siap dibentuk menjadi
batu akik maupun liontin. Roni memeragakan, lempengan batu Klawing dipotong
menggunakan pisau mesin. Sebelumnya, untuk menentukan ukuran dia harus
menggunakan penggaris berpola.
Ada 10 macam ukuran pola. Mulai dari yang
terkecil untuk akik hingga ukuran yang terbesar yang biasanya untuk pembuatan
liontin. Pola tersebut berbentuk oval.
Pemilik kios Raja Klawing Bukateja
sekaligus ketua Kelompok Usaha Bersama (Kube) Batu Klawing Bukateja, Bayu
mengatakan setelah dipotong menjadi bentuk oval, batu dikupas menggunakan pisau
gerinda. Pengupasan terus dilakukan hingga membentuk akik dan kelihatan detil
warna dan motifnya. Setelah itu, baru dilakukan pengamplasan.
Pengamplasan dilakukan secara bertahap
menggunakan berbagai jenis amplas. Yaitu amplas ukuran 100, 320, 800, hingga
1.500. Setelah sempurna halus, batu siap diikat dengan cincin pengikat akik
maupun pengikat liontin. Batu akik maupun liontin pun siap dipasarkan.
Desa Kembangan Kecamatan Bukateja hanyalah
satu di antara sentra kerajinan batu akik Klawing. Aktivitas serupa juga
terlihat di Kecamatan Bobotsari dan Desa Bancar Kecamatan Purbalingga.
Menurut lelaki yang biasa disapa Si Rambut
Geni itu, di Bukateja ada sekitar 12 pengrajin batu akik yang tergabung dalam
Kube yang dikelolanya. Ada pula pengrajin lainnya yang mendirikan usaha
kecil-kecilan di rumah. Kube yang dikelolanya termasuk yang terbesar di
Kecamatan Bukateja, terdiri dari dua kios dan tempat pembuatan akik.
Di Kecamatan Bobotsari, jumlah pengrajin
batu akik lebih banyak lagi. Setidaknya ada sekitar 40 pengrajin batu akik. Hal
itu disampaikan oleh penasehat paguyuban pengrajin batu akik di Bobotsari,
Wahadi (56).
Pembuatan batu akik lebih banyak dilakukan
di rumah-rumah dalam skala kecil. Menurut Wahadi, paguyuban menaungi pengrajin
di empat kecamatan, yaitu Mrebet, Bobotsari, Karangreja dan
Karangjambu. Dari empat kecamatan itu, Bobotsari merupakan yang terbanyak
pengrajinnya yang mencapai 30 an orang. Lainnya hanya dua hingga tiga
pengrajin.
Sementara itu, pengrajin batu akik di Desa
Bancar Kecamatan Purbalingga juga tak sedikit. Dari pantauan, setidaknya
ada puluhan kios dan tempat usaha pembuatan batu akik di kompleks Bancar Badhok
Center (BBC) Purbalingga. Terlebih, Bancar berada dekat dengan sungai Klawing.(AS)
Belum ada Komentar untuk "Berburu batu akik klawing di Purbalingga"
Posting Komentar